Ramadhan : Apakah ada inflasi ?
Momentum bulan ramadhan tinggal
menghitung hari. Mayoritas umat islam tanah air akan menjalani ibadah tahunan
ini. Menjelang bulan ramadhan biasanya akan muncul keluh kesah di tengah
masyarakat. Karena biasanya kebutuhan primer terutama sembako akan naik.
Maka kaum ibu akan memutar otak untuk
mencukupkan pembelian bahan pokok makanan yang akan dikonsumsi. Padahal sangat
disayangkan bulan ramadhan merupakan moment penting dalam khusyuan menjalani
ibadah. Tetapi masyarakat dibuat geram oleh kebijakan pemerintah yang membuat
resah. Seharusnya sebagai pemerintah perduli dan memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Inilah
yang menjadi pertanyaan, kenapa inflasi selalu terjadi ketika menjelang moment besar
umat islam.
Jika kita menengok data inflasi yang
terjadi pada “Tahun
2005 Ramadan jatuh pada Oktober, kemudian 2008 (September), 2011 (Agustus), dan
2012-2015 (Juli). Pada 2005, inflasi saat Ramadan mencapai rekor tinggi: 8,7%.
Ini terjadi karena saat itu pemerintah menaikkan harga BBM hanya empat hari
menjelang Ramadan. Setelah itu, pada 2008 inflasi Ramadan 0,97%, 2011 (0,93%),
2012 (0,7%), 2013 (3,29%), serta pada 2014 dan 2015 (0,93%). Terlihat bahwa
inflasi Ramadan selalu tinggi, dalam beberapa tahun terakhir bahkan tak pernah
di bawah 0,7%” ( Metrotvnews.com 20/05/2016).
Adapun dari data “Badan Pusat Statistik
(BPS) mencatat inflasi Maret 2016 sebesar 0,19 persen. Sedangkan inflasi
tahunan (year on year) sebesar 4,45 persen. Untuk inflasi tahun kalender (year
to date) sebesar 0,62 persen” ( Jambiindependent.com 20/05/2016).
Dan rata-rata bahan pokok yang naik
menurut Menteri Perdagangan Rachmat Gobel mengatakan ada lima bahan pokok yang
harganya meningkat.
"Daging ayam ras, cabai merah keriting,
telur ayam ras, gula pasir, hingga kedelai lokal cenderung naik akibat permintaan
yang mulai meningkat," ujar Menteri Gobel di kantornya” (
Iranindonesiaradio 20/05/2016 ).
Menurut Kepala Badan Pangan
Daerah Provinsi Jawa Barat Tati Iriani, SH., MM juga mengatakan “Peningkatan
harga komoditas pangan memang Bisa berasal dari produsen. akan tetapi
menurutnya sumber peningkatan harga tersebut biasanya bersifat fundamental di
karenakan didorong oleh meningkatnya harga input produksi atau di karenakan
kebijakan pemerintah ( detiknews 20/05/2016 ).
Ini menjadi sebuah keprihainan kita
bersama bahwasanya kebutuhan pangan untuk menyokong mati dan hidupnya
masyarakat masih menjadi catatan yang belum terpenuhi.
TTI dan Gapoktan, solusikah ?
Dari dampak inflasi menjelang
ramadhan pemerintah memiliki alternaif tersendiri dalam menyelesaikannya. Maka dari itu Kementerian pertanian (Kementan) menjalankan
terobosan sebagai solusi permanen pada mengatasi gejolak harga. Solusinya yaitu
melalui kegiatan elaborasi Usaha Pangan Masyarakat (PUPM) melalui Toko Tani
Indonesia (TTI).
Toko tani mengatasi
anjloknya harga saat masa panen raya dan tingginya harga saat masa paceklik.
Dengan cara teknis, di lapangan Gapoktan bakal memasok beras kepada TTI. Dari
TTI beras bakal dijual kepada masyarakat dengan harga terjangkau. “TTI ini
yaitu pedagang pangan yg jadi mitra Gapoktan.
Apakah dengan adanya TTI mampu menyelesaikan
masalah perut 85 % masyarakat muslim indonesia dan sisa kaum yang non muslim
karena melihat negara kita juga salah satu penginpor bahan pangan bahkan
kedelai dan garampun tidak bisa teratasi. Salah satu faktanya “Pada tahun 2015 saja, Indonesia masih
mengimpor beras sebanyak 861 ribu ton beras dari Vietnam, Thailand, Pakistan,
India, Myanmar, dan beberapa negara lainnya. Impor tersebut bernilai US$
351,602 juta. Sementara itu, Jagung dan kedelai masih banyak bergantung ke
Impor. Indonesia masih mengimpor jagung sebanyak 3,26 juta ton dengan nilai US$
696,65 juta dan kedelai sebanyak 2,25 juta ton
senilai US$ 1,03 miliar” ( Metrotvnews.com 20/05/2016 ).
senilai US$ 1,03 miliar” ( Metrotvnews.com 20/05/2016 ).
Dengan persentase jumlah
inpor saja masyarakat bisa melihat. Bagaimana negara masih belum mampu
mengatasi ketahanan pangan. Maka wajar saja inflasi akan senantisa ada bahkan
melonjak terus menerus. Kemudian bisa
terjadi tidak pada moment ramadhan saja. Sebab nilai tukar mata uang karena
adanya produk inpor dari luar menyebabkan adanya permainan harga dengan para
kapitalis. Selain itu kemudian adanya gaya hidup konsumtif yang berlebihan pada
masyarakat hingga membutuhkan bahan pokok yang lebih banyak dan diluar batas.
Inflasi jadi ancaman
Pada hari ini kenaikan harga
menjadi momok yang menakutkan. Apalagi jumlah keluarga bertambah dan tentunya
jumlah bahan makanan akan bertambah pula. Seharusnya pemerintah semakin kreatif
dalam menangani kelangkaan pangan dan menjauhi tindakan penumpukan pada
oknum-oknum yang tidak jujur.
Menurut
pandangan politik ekonomi Islam yang disampaikan oleh Taqiyuddin an Nabhani.
Beliau mengatakan “Politik ekonomi Islam adalah menjamin terealisasinya
pemenuhan semua kebutuhan primer (basic needs) setiap orang secara menyeluruh,
berikut kemungkinan dirinya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sekunder dan
tersiernya, sesuai dengan kadar kesanggupannya sabagai individu yang hidup
dalam sebuah masyarakat yang memiliki gaya hidup tertentu “ islam “ ( hizbuttahrir.or.id
21/05/2016 ).
Oleh karenanya, Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk senantiasa
menjaga tingkat harga barang dan jasa yang beredar sehingga berada dalam
jangkauan masyarakat untuk membelinya. Bukan malah sebaliknya menaikkan harga
dengan menjadikan moment ramadhan. Ini sebuah pendzoliman kepada masyarakat
terkhusus umat islam yang akan menjalankan ibadah puasa. Masyarakat juga
tentuya menginginkan harga yang murh untuk dijangkau dalam memenuhi kebutuhan
sandang dan pangan.
Semestinya inflasi bukan menjadi jalan keluar untuk
menyelesaikan permasalahan ekonomi indonesia. Dan bahkan inflasi tidak terjadi
pada ramadhan kali ini karena BBM sudah ditetapkan turun oleh pemerintah
seperti yang diungkapkan oleh Anggota DPR dari Partai PDIP Komisi IV Rahmad
Handoyo.
“Sejak
1 April lalu, pemerintah menetapkan harga BBM jenis premium menjadi Rp
6.450/liter dari sebelumnya Rp 6.950/liter, sedang solar menjadi Rp 5.150/liter
dari Rp 5.650/liter. Penurunan ini sesuai dengan harga minyak di pasaran
internasional” ( Beritasatu.com 22/05/2016 ).
Semoga ramadhan kali ini
pemerintah dapat mempertimbangkan kembali jika harga akan dinaikkan. Karena
bagaimanapun masyarakat indonesia kebanyakan memiliki ekonomi di bawah
rata-rata. Dan tidak ada kepentingan yang lain sebagai alasan untuk menaikkan
harga. Tetaplah memilih kepentingan masyarakat sebagaimana tugas pemimpin yang
bijaksana.
Pujiana ( Aktivis Muslimah
Hizbut Tahrir indonesia Chapter UMI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar